Minggu, 03 Mei 2009

Tren Animasi Remaja di Indonesia


Tren Animasi Remaja di Indonesia

DI negara sesepuhnya, Amerika dan Jepang, film animasi sudah lama tidak dianggap hanya untuk konsumsi anak-anak. Ada animasi untuk remaja, bahkan dewasa. Di sini, animasi remaja mulai jadi tren.

MASIH ingat film kartun The Simpson dan Crayon Sinchan? Film ini mengundang protes orang banyak ketika ditayangkan di televisi kita. The Simpson dianggap menayangkan nilai-nilai kekerasan, sedangkan Sinchan dianggap terlalu vulgar untuk ditonton anak-anak. Ini bukti kalau di Indonesia itu film kartun atau animasi diidentikkan dengan anak-anak. Padahal walau tokoh utamanya anak-anak, The Simpson dan Sinchan dibuat bukan untuk tontonan anak-anak.

Di Amerika, animasi dibuat bukan hanya untuk anak-anak, tetapi juga untuk remaja bahkan orang dewasa. Studio animasi terbesar di sana, Disney, sudah banyak memproduksi animasi remaja seperti Pocahontas (1995), disusul The Huncback of Notre Dame (1996), Titan A.E. (2000) sampai Atlantis; The Lost Empire (2001). Semua film-film itu disajikan dengan tema-tema berat dan sulit dicerna oleh anak-anak. Tidak hanya itu, di beberapa film banyak juga ditemukan adegan kekerasan.

Jepang yang film animasinya terkenal dengan sebutan anime, lebih dulu lagi memproduksi animasi remaja dan dewasa. Seorang animator Jepang, Ozamu Tezuka, sudah membuat animasi buat orang dewasa pada tahun 1969, A Thousand and One Night. Menurut Chandra Endroputro, pembuat film animasi Janus Prajurit Terakhir, "Masyarakat Jepang memang memiliki kultur yang sangat kuat yang mendukung animasi itu sendiri. Salah satunya adalah kultur yang percaya bahwa medium gambar itu bisa dinikmati segala umur."

Gotot Prakosa, staf pengajar animasi di IKJ, mengatakan bahwa pada awalnya film animasi memang ditujukan untuk anak muda sebagai media edukasi. "Orang Jepang berpikir bagaimana mendidik remaja seperti kasusnya Sesame Street, maka dipilihlah medium animasi untuk mereka." Menurut dia, lewat animasi, anak muda Jepang diberi semangat, yaitu semangat berfantasi dan kesempatan bermimpi. "Bagi anak muda, fantasi sangatlah penting agar hidup mereka bersemangat," tambahnya.

Salah kaprah

Seperti yang sudah disebutkan di atas, animasi di Indonesia sudah telanjur dicap sebagai film anak-anak. Semua film animasi sudah dicap sebagai tontonan untuk anak-anak. Jam tayangnya pun kalau enggak pagi, ya sore hari ketika anak-anak banyak nongkrong di depan TV. Padahal dari tema dan tokohnya, enggak semua animasi yang ditayangkan itu untuk anak-anak. Contohnya saja Crayon Sinchan yang ditayangkan di Minggu pagi, atau serial Samurai X dan Detektif Conan yang sarat adegan kekerasan.

Meskipun dikhususkan bagi orang dewasa, di Indonesia kasusnya menjadi tayangan film segala umur. Hal ini dimaklumi oleh Bapak Dwi Koen. Sesepuh animator Indonesia itu mengatakan, "Film animasi remaja hampir tidak terkatakan! Selama ini tayangan animasi memang dikhususkan untuk anak-anak dan keluarga." Sebab utamanya memang pembagian slot jam tayang yang tidak sistematis. Bisa dilihat dari komposisi acara animasi di televisi Indonesia, kebanyakan film animasi yang ada dipukul rata dan ditaruh di jam tayang anak-anak. Padahal di negara-negara produsennya, Jepang dan Amerika, animasi remaja dan dewasa mendapatkan jadwal yang tidak sama dengan animasi anak-anak.

Ini kemudian yang menghambat perkembangan animasi di Indonesia. Industri animasi di Indonesia akhirnya hanya berpusat untuk penonton anak-anak. Karena telanjur dicap film anak-anak, remaja pun jadi malas nonton animasi. Siapa sih yang senang dianggap masih anak-anak?

Investor ikut-ikutan

Kesulitan mengembangkan animasi di Indonesia dipersulit lagi dengan enggannya investor membiayai pembuatan animasi buat remaja.

Belum lama ini SET dan Visi Anak Bangsa bekerja sama dengan Studiokasatmata membuat film animasi layar lebar, Homeland. Film ini rencananya dibuat untuk remaja. Ini dapat dilihat dari penokohan dan karakterisasi yang ada di film tersebut. Tetapi karena investor menganggap animasi remaja enggak bakal laku di Indonesia, mau enggak mau Homeland jadi film buat anak-anak. "Sulit juga meyakinkan investor dengan kondisi seperti ini. Mau tak mau target penonton yang ditunjuk harus yang sesuai dengan bayangan mereka," ujar Keliek Wicaksono dari Studiokasatmata.

Hal ini sangat disayangkan oleh banyak pihak, termasuk Pak Gotot sendiri sebagai pengamat animasi, "Sayang, film ini tidak konsisten. Dengan material yang cenderung ke anak muda, malah mereka melemparnya ke anak-anak. Padahal anak-anak sendiri sulit untuk memahami film ini."

Tapi pertimbangan dan keinginan investor pun bisa dimengerti. Saat ini pasar untuk animasi remaja memang belum terbentuk. Di Indonesia, tayangan animasi remaja belum begitu populer, baik di televisi maupun layar lebar. Berbeda dengan di Amerika atau Jepang, di mana animasi remaja sudah menjadi tren.

Meski demikian, para animator kita cenderung optimis dengan perkembangan animasi remaja di Indonesia. Chandra, salah seorang yang optimis berujar, "Ketika pasar sudah mulai terbentuk, maka segmen animasi untuk remaja akan mungkin digarap. Terlebih dengan adanya games-games menarik saat ini yang sangat digilai oleh anak muda."

Media Sino Associates Limited (MSAL) pun tak gentar dengan kondisi pasar. Mereka mencoba gebrakan dengan memasarkan film animasi remaja terbaru, .hack//SIGN (baca: dot hek sain) yang telah mendapatkan beberapa penghargaan. Serangkaian acara telah dibuat untuk mempromosikan dan menyosialisasikan film ini.

Cari identitas

Usaha untuk menciptakan pasar animasi remaja tentu saja enggak cukup hanya dengan program promosi dan sosialisasi. Tapi juga harus dibarengi dengan peningkatan kualitas animasinya. Salah satu caranya adalah dengan menemukan nilai identitas serta format film animasi Indonesia itu sendiri. "Selama ini kita tidak punya identitas terhadap bentuk film animasi di Indonesia, tidak seperti di Jepang yang mempunyai kultur yang sangat kuat," komentar Pak Dwi Koen yang berangan- angan Indonesia bisa segera menemukan identitas film animasinya.

Harapan ini wajar saja, melihat sebenarnya film animasi sudah mulai bangun di Indonesia. Pak Gotot Prakosa berpandangan optimis terhadap pasar yang ada sekarang ini, termasuk film animasi remaja. "Yang kita perlukan adalah riset yang bagus, sehingga bisa dihasilkan film yang optimal nantinya."

Dan siapa tahu kelak animasi Indonesia bisa jadi tren dan bersaing dengan animasi Jepang maupun Amerika. Hidup animasi Indonesia!

IKA KRISMANTARI Tim MUDA


Sumber dari -> aja dari http://64.203.71.11/kompas-cetak/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

#
i dont know who am i...:))
#

Subscribe feeds via e-mail
Subscribe in your preferred RSS reader

Subscribe feeds rss Recent Entries

Advertise on this site Sponsored links

Categories

Sponsored Links

My Photos on flickr

Subscribe feeds rss Recent Comments

Technorati

Technorati
My authority on technorati
Add this blog to your faves